Salah satu alasan yang membuat saya mengurangi intensitas menonton televisi adalah karena tontonan yang saya lihat sangat depresif. Bayangkan saja, dari pagi begitu saya membuka mata dan melihat berita, yang saya lihat berita seputar orang yang bunuh diri karena tidak mampu membeli handphone, orang yang membunuh saudaranya sendiri karena tidak dipinjami uang yang jumlahnya hanya ratusan ribu, perang, korupsi, video porno artis, hingga pelecehan seksual. Kalau sudah waktunya prime time, tetap saja tayangan sinetron isinya depresif karena menggambarkan soal ibu-ibu tajir gila harta atau orang jahat hingga season sekian yang tidak juga ditangkap polisi atau mendapat azab dari Tuhan atau setidaknya, tobat dengan sendirinya.
Sigh! Mengingat acara televisi saya jadi merasa tertekan.
Anyway, ada satu hal yang menarik perhatian saya hari ini. Jadi ceritanya kakak sepatu merah (yang sepatunya nggak selalu merah itu) membuat posting di tweet soal korban pelecehan seksual di Trans Jakarta yang menunduk ketika diwawancarai. Karena penasaran, saya pun akhirnya menyalakan televisi saya, mencari berita soal yang bersangkutan dan… yup, sang korban terlihat menunduk ketika dimintai keterangan.
Kenapa dia menunduk? Tentu saja karena dia merasa malu. Tapi pertanyaan besarnya adalah: apa sih sebenarnya yang membuat sang korban merasa malu?
Pikiran saya pun menganalisa apa yang sebenarnya membuat sang korban merasa malu dan jawaban pertama yang muncul di kepala saya adalah karena di Indonesia ini (atau mungkin di belahan bumi lainnya juga), masyarakat cenderung turut menyalahkan sang korban karena telah menjadi korban pelecehan seksual.
Masih ingat kasus seorang artis dangdut yang payudaranya dicolek ketika sedang diwawancarai? Sewaktu kasus itu terjadi, saya melihat banyak sekali pihak yang justru menyalahkan si pedangdut karena berpakaian terlalu seksi, atau gayanya yang terlalu menggoda, atau bahasa tubuhnya yang memang ‘mengundang’ atau blablabla yadaa yadaa.
Pertanyaannya adalah: memangnya selalu wanita yang berpakaian minim dengan gaya yang menggoda dan bahasa tubuh yang mengundang saja yang menjadi korban pelecehan seksual? TIDAK saudara-saudara. Tidak semua korban pelecehan seksual seperti yang ada di gambaran masyarakat umum. Saya jadi ingat cerita soal teman saya yang sangat religius dan berkerudung dengan baju yang serba gombrang dan tetap menjadi korban pelecehan seksual di bajaj. Atau seorang teman yang sangat tomboy dan berpenampilan seperti lelaki yang menjadi korban pelecehan seksual di angkot. Atau bahkan saya sendiri yang waktu itu pulang olahraga dengan muka kucel, jaket yang sama sekali tidak ketat dan diresleting hingga leher, serta celana jeans panjang yang sempat ‘ditawar’ oleh om-om di sebuah kafe.
Jadi kesimpulannya adalah, sang objek pelecehan seksual sama sekali tidak bersalah. Satu-satunya yang bersalah dalam kasus pelecehan seksual adalah sang pelaku karena otak mesumnya sampai-sampai tidak mampu mengendalikan napsu yang tidak pada tempatnya itu.
Jadi seharusnya, masyarakat tidak ikut menyalahkan (apalagi menghakimi) korban pelecehan seksual. Jelas-jelas dia yang jadi korban, tapi malah dia lagi yang disalahkan. Nggak heran korban pelecehan seksual sering merasa malu karena telah menjadi korban. Nggak heran juga banyak sekali kasus pelecehan seksual di luaran sana yang tidak pernah dilaporkan karena korban takut dengan anggapan masyarakat sekitar. Nggak heran juga para pelaku pelecehan seksual bisa berkeliaran dengan bebas dan menjamah tubuh perempuan mana pun yang kebetulan duduk di sebelahnya di angkutan umum.
Belum lagi dengan kecenderungan masyarakat yang melindungi sang pelaku pelecehan seksual. Ketika seseorang menggoda perempuan yang sedang jalan di depan orang tersebut dan sang perempuan merasa terganggu, orang-orang yang mendengarnya justru memakluminya. Atau ketika seseorang mengadukan kasus pelecehan seksualnya ke polisi, sang pelaku malah dibebaskan dengan alasan nggak cukup bukti (in my defense, perlu bukti seperti apa seeeehhhh??). Atau di televisi pelaku pelecehan seksual mukanya dibuat blur supaya penonton tidak bisa mengenalinya, padahal menurut saya sangat penting untuk mengenali korban untuk mengantisipasi kejadian yang sama terjadi pada orang lain sekaligus juga menghukum sang pelaku dengan rasa malu.
Tapi ah ya, mau gimana juga masyarakat tetap saja seperti apa yang saya gambarkan tadi. Sulit rasanya untuk mengubah pola pikir masyarakat untuk menjadikan sang subjek sebagai satu-satunya pembuat kesalahan dalam kasus pelecehan seksual.
P.S. Gambar diambil dari sini
iya… makanya gw ga pernah mengerti keanehan kenapa orang suka menghina dina korban pelecehan seksual, padahal diana korbannya…
apalagi di kampung2 buo… banyak yang suka bunuh diri daripada malu abis diperkosa.
Helloooow…. ada yang salah banget deh!
Tapi yang kaya gini masalah pola pikir sih. Udah susah kalau sudah kebentuk bahwa perempuan adalah pihak yang salah. Mau korban mau pelaku, umumnya tetep aja perempuan yang salah.. Udah susah. Harus di doktrin ulang. Hipnotis massal. Laundry otak. Lebih susah kan?
haha… repot yah bok! bahkan presiden pun ga bakalan bisa mengubah pola pikir itu.
mungkin perlu dibikin sejenis mitos kali ya, misalnya siapa yang nyalahin korban pelecehan seksual bakalan susah jodoh atau impotensi atau apa gitu hehe…
hikz hikz
iya miris banget ya ngebaca cerita ini aku
dan kasihan juga bunga mesti menjadi nama samaran hahaha
smoga kedepan korban kek gini gag ada lagi
amien
kejadian gitu argh
ada aksi ada reaksi,
begitu, mungkin
baiknya sih sama2 menjaga
satu menjaga diri,
satunya lagi menjaga hati
🙂
belajar karate aja, kalo polisi g bisa n g peduli, langsung sikat aja pake tangan sendiri, permalukan deh pelakunya di muka umum, gimana kek caranya, 😀
kalau yg salah siapa ya jelas si pelaku pelecehan itu sendiri karena gak bisa menahan diri sikap dan perilakunya. tapi kalau mau lebih jauh pemerintah dan tayangan2 semi porno yg beredar telah menyebabkan mental dan jiwa2 pemuda serta pria2 jadi lemah atas dorongan syahwat mereka. kita semua bertanggung jawab atas apa yg terjadi,TV harusnya menayangkan hal2 yg lebih bermoral,dan media2 juga tidak sembarangan menampilkan gambar2 yg menjurus ke penyimpangan seksual. iklan2 yg adapun sebenarnya secara tidak langsung juga mengisyaratkan pelecehan sen,liat aja,iklan oli kenapa mesti ada wanita dengan dada besar dan pakaian seksi?? 😛
bener banget. Makanya televisi itu sebenarnya bahaya. Iklan kopi susu aja, ‘susunya’ bermakna ganda dan parahnya, tayang siang-siang di saat anak-anak kecil lagi pada nonton
Tapi kita juga adalah bagian yang membentuk masyarakat yang saling berhubungan satu sama lain.
Walau saya menghargai setiap perempuan, tapi saya jauh lebih senang wanita yang berpakaian dengan santun, bukan yang minim atau apalah istilahnya.
Keluar dari bahasan blog di atas, kalau misal korbannya berpakaian minim, mungkin rasa “emoh” dalam diri seseorang membuat juga orang enggan membelanya.
Hanya saja kalau sudah ketemu kasusnya, mau tidak mau ikut diajak pusing juga jadinya 😐
Iya, memang aneh. Sang korban malah dianggap sebagai “pelaku yang sebenarnya”. Seseronok apa pun pakaian seorang perempuan, itu bukan alasan pemaaf/pembenar untuk melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Apalagi ternyata, pelecehan seksual juga dilakukan terhadap perempuan berjilbab tuh!
Saya juga ndak setuju dengan polisi yang menyarankan agar kasus ini disudahi karena kekurangan saksi. Mana ada pelecehan seksual yang bersaksi? Ada-ada saja..
Kalau seperti ini terus, perempuan-perempuan di negeri ini bisa tertekan lahir bathin. Semoga negeri ini segera dibebaskan dari pria-pria bejat. Saya prihatin.. 😦
ehem .. .
kalo menurutku paling salah bisa wanita atau pria nya.
Ditinjau dulu,siapa yang mulai mengundang nafsu ..
kalau wanitnya pakaiannya sur , kaga karuan, yang salah wanitanya …
kalo wanitanya uda santun. . yang salah prianya. .
Lebih obyektif kali yah. .
ya ga ?
….hiks.. iya ya… sebuah ironi… 😥 😥
DI Jepang pun juga seperti ini setahu saya. Gadis2 SMA yang jadi korban pelecehan di kereta api ato bus, kalo menuntut balik bisa2 malah dituntut pencemaran nama baik. 😦
😦 susah juga klo ngomongin yang gituan mah…
Berat… Polisinya juga kayaknya cuek bebek aja klo ada yang nglapor (sebagian mungkin 😀 )
Kebanyakan nonton Sinetron jadi aja otaknya ngeressss. hehehe
seharusnya pelaku pelecehan di bus trans jakarta itu di poto trus di tempel di semua halte dan bus trans jakarta 🙂
ide bagus tuh, biar ga terjadi ke yang lain dan tuh pelaku kena hukuman malu
LebiH baik ngeblog n cari temen yang banyak, ya gk?
menyalahkan pelaku mutlak juga tdk tepat pula
apalagi menyalahkan korban secara mutlak.
membenarkan korban 100%? sy juga tdk sepenuhnya setuju.
membenarkan pelaku? lebih tidak setuju lagi tentunya.
kurasa, semuanya memiliki kadar kesalahan sendiri termasuk kita.
Televisi….? ingin sbnrnya menyalahkannya,, huft..
Internet…? dikira bangsa yg ga maju dan tdk tahu HAM…
perlu Departemen Penerangan? huft, orang bilang masalah spt ini ga perlu ditangani pemerintah. Pemerintah g perlu ngatur masalah moral dll sebagainya.
PS: secara hukum, pelecehan [seksual] adl delik aduan.
diperlukan bukti yg cukup. Alat Bukti adalah sesuatu yg bs dijadikan sbg bukti. Misal: foto, pengakuan, pernyataan, visum, dll.
kalau otak si lelaki itu sudah kotor,apakah itu cewek seksi ataupun sekalian berpakaian tertutup kalo otaknya sudah kotor tetap aja kotor. tidak 100% salah di cewek emang dasar orang itu aja yang harus cuci otak
ya ngak???? 😆
bener banget. kalo udah kotor sih kotor aja, nggak usah nyalah-nyalahin orang lain
duh bingung bela yang mana nih ? apakah korban yang bisa aja menjadi tersangka, atau tersangka sesungguhnya yang mungkin tidak akan pernah ditemukan
ati2 aja deh kemanapun pergi
memprihatinkan memang
sedih membaca cerita disni…
tapi kenapa
seperti tak ada habisnya
kadang yang lebih heran
seolah yang depresif ini jadi dibuat terbiasa
aku prihatin banget
salam kenal yah
aku dari jakarta
mampir baru sangat untuk pertama kalinya
salam
emang sih kesian banget ama korban pelcehan kek gitu
gara-gara dilecehkan, si korban ampe malu dan terkadang bisa depresi
ckck
dan selalu wanita yg menjadi korban 😦
nggak juga. aku heran mengapa setiap kali ada kasus gini kesannya hanya wanita yang bisa menjadi korban pelecehan seksual.
coba cek : http://www.youtube.com/watch?v=GHv-QzyGZig
David Beckham diremas kemaluannya oleh seorang reporter wanita dan kita cuma tertawa saja. Sang reporter bebas tuntutan hukum. Kenapa? karena dia wanita!
Sekarang coba bayangkan ada reporter pria yang meremas payudara seorang artis. Pasti kasusnya jadi panjang dan si reporter diseret ke pengadilan. it does not make any sense.
masalahnya, kasus pelecehan seksual ke lelaki itu frekuensinya lebih sedikit dari pelecehan seksual ke perempuan.
eh tp gue ga setuju kalo reporternya pria pasti dihukum, buktinya kasus dewi persik malah jadi bahan ketawaan